cerpen Apa yang Ditanam Itulah yang Dituai
Apa yang Ditanam
Itulah yang Dituai
Pagi itu disaat anak jumali yang nomor 3 sakit panas,
Jumali dan istri bingung mencari uang kemanaa untuk berobat. Iyah jumali adalah
orang yang kurang mampu, setiap hari ia hanya jadi kuli panggul di pasar dan
hanya cukup untuk makanan sehari hari saja. Di dalam rumah tua kecil dengan
dinding dinding yang kusam banyak lubang dan penuh dengan tembelan semen serta daun pintu yang mulai di gerogoti rayap
peninggalan orang tuanya itu kini istri jumali hanya bisa mengompres anaknya
dengan air biasa, Jumali mulai berpikir untuk meminjam kepada sodara-sodaranya.
Jumali adalah Putra bungsu dari tujuh bersaudara, Saudara-saudara
jumali termasuk orang berada semua, hanya jumali yang nasibnya terlihat kurang
beruntung.
Kini Jumali mulai menyesal karena dulu sebagai putra
bungsu ia amat dimanja orang tuanya,
sangking manjanya orang tua jumali tidak pernah memarahi Jumali meski
jumali sering bolos sekolah karena malas, hingga jumali hanya tamat SD, setelah
dewasapun jumali tumbuh menjadi pemuda pemalas yang hobbynya cuman minta uang
dari orang tuanya. Jumali taunya hanya minta dan minta orang tua tanpa ia tau
bagaimana cara mencari uang sendiri, berbeda dengan dengan ke-6 kakak2'nya yang
sedari kecil sudah mandiri.
Keesokan harinya istri jumali berkata
. "bapake Ridho demamnya makin
tinggi, bagaimana ini? Kita harus membawanya ke puskesmas " kata sang
istri
"tp aku tak punya uang utk membawa ridho ke
puskesmas buk'ee, hasil dr nguli panggul di pasar kemarin saja cuman dapat 25rb
dan itu hanya cukup untuk beli beras utk
makanan kita nanti siang dan malam" jawab Jumali
"owalah pak'e nguli panggul sehari kok cuman dapet
25 ribu, mbok ya kalau kerja itu yg bener... Kamu kerja Siang baru berangkat
belum sore sudah pulang, jelas tidak ada yg mau dg jasa kuli panggulmu pak.”
Kata sang istri.
( ya begitulah kehidupan jumali, ia bekerja
hanya sekedarnya saja waktunya ia habiskan di warung kopi).
"sudah pak sekarang coba kau ke rumah sodara2'mu itu
coba pinjamlah uang pada mereka untuk biaya berobatnya Ridho". Pinta
istri.
(kemudian
berangkatlah jumali mendatangi satu persatu rumah saudara2nya itu, dari rumah
kakak nomer 2, kemudian ke nomor 3, nomor 4, nomor 5, hingga nomor 6, tetapi
jawaban mereka sama, yaitu mereka smua tak mau lagi meminjami uang kepada adek
bungsu nya itu dengan alasan agar adek bungsunya tidak lagi bergantung dan
berubah tidak lagi malas serta mau berusaha bertanggung jawab dengan
keluarganya. Kemudian dengan raut sedih, jumali kembali merenung, akankah ia
pergi ke rumah saudaranya yang nomer 1 itu?
rumah kakak sulungnya yang amat ia benci karena dianggapnya jahat dan
berwatak keras.
Jumali gundah bingung, tapi mau tidak mau Jumali harus
memberanikan diri pergi ke rumah saudara nya yang nomer 1 itu. Jumali berjalan
menyusuri jalanan sambil merenung, tidak terasa sampailah di rumah kakak
sulungnya itu.
Rumah besar dengan 2 lantai, berhalaman luas berpagar
tinggi dan ber'cat krem itu berdiri tegak di ujung jalan, lalu perlahan-lahan
ditekanlah tombol bel di ujung pagar itu. Kemudian tidak lama sang pembantu
datang dan menanyakan ada keperluan apakah jumali datang kesini. Setelah jumali
menyampaikan maksut kedatangannya, pembantu itupun masuk kembali dan memanggil
majikannya alias kakak jumali. Tidak lama kemudian kakak sulung jumali itu
datang ke hadapan jumali dengan hanya memakai sarung, dan berkaos oblong putih
serta kopyah putih di kepalanya, kakak jumali memandang jumali dengan tatapan
tajam, muka datar, dan bibir kaku seolah olah enggan menunggingkan senyum pada
adek bungsunya itu.
Dan kemudian berkata "ada keperluan apa kau kemari
jumali? Mau berhutang lagi? Apakah kamu tidak bosan hampir setiap hari kamu
kesini hanya untuk berhutang? Hari demi
hari hutang mu itu makin menumpuk padaku, kau itu sudah besar jumali dan orang
tua kita sudah tidak ada. Berubahlah! Jngan jadi orang pemalas, kasian anak
istrimu itu, kau bisanya cuman berhutang dan berhutang. Selama ini aku slalu
memberimu pinjaman uang, tapi makin hari kau bukannya berubah tapi malah
semakin bergantung pada kakak kakak mu, sudah mulai sekarang aku tak mau
meminjami mu uang lagi, Dasar pemalas!
Kalau pemalas begini ya jangan menikah, jangan punya anak. Sudah pergi
sana!" hardik kakak sulung jumali.
Tanpa sepatah katapun keluar dari mulut Jumali untuk
menanggapi ucapan kakaknya itu, Jumali lamgsung kembali pulang, ia berjalan
dengan langkah gontai dan muka terlihat kesal seolah-olah ingin mengakhiri
semua masalah dalam hidupnya. Ia berjalan kedepan sambil menundukkan kepalanya,
sepertinya beban dalam kepalanya sudah sangat berat, ia berjalan sambil
bergumam Ah seandainya aku punya uang banyak tak sudi aku pinjam uang pada
mereka.
Malam hari pun tiba, badan ridho semakin panas. Ia
menggigil, sang istri pun bingung, Jumali pun kluar rumah mencoba untuk cari
pinjaman uang. Wajah jumali tampak frustasi karena kesana kemari tak juga dapat
pinjaman, kemudian ia ingat kalau ia memiliki teman akrab yang dulu sempat
terpisah karena kesibukan masing-masing... Berangkatlah jumali ke rumah sahabat
karibnya dulu yang bertempat tinggal di tetangga desa, dengan langkah yang
tergesa-gesa Dann ahh ... Mata jumali terbelalak kaget apa benar ini rumah
subroto, subroto yang dahulu. Mata jumali menerawang melihat rumah itu di balik
gerbang dari sudut kanan hingga sudut kiri. Dari atas hingga bawah.
"ahh sudah lama aku tak kesini kenapa rumah subroto
berubah menjadi istana begini?.... Ahh Pasti subroto pindah dan menjual
rumahnya pada orang kaya itu tak bilang-bilang aku". Gumam jumali.
Tin tin… suara klakson mobil sedan berwarna hitam yang
hendak masuk gerbang rumah itu membuyarkan lamunan jumali. Ketika jendela kaca
dibuka, terbelalak lah si jumali melihat sahabat karibnya itu kini telah
berubah penampilan. Jumali berdiri kaku dengan mata yang tak berkedip.
" Hoyy jumali ngapain lu disini, sudah lama sekali
kita tak jumpa, ayo masuk masuk!" suara sapaan dari seseorang dari dalam
mobil sedan hitam itu.
Dengan
badan kaku jumali pun masuk dan kemudian menceritakan smua masalahnya pada
sahabatnya itu lalu subroto berkata
"hahahhahaha
kau butuh uang berapa hah? Segini cukup?" ucap subroto (sembari
menjatuhkan pecahan uang 50rbuan seratus lembar)....
Terbelalak lah mata jumali sambil berkata
"wahh kau gilaaa to, aku tak pernah melihat uang
segini banyaknya, Wahh Kau kerja apa? Sudah lama aku tak kesini kini kau
berubah jadi konglomerat kaya."
"Hahhahahaa
semua itu ada caranya, kau mau juga jadi orang kaya?" tanya subroto
Tanpa
berfikir Jumali tersenyum mengiyakan ucapan subroto dengan anggukan berkali
kali
"Okeh okeh
sebentar, kita minum-minum dan makan -makan dulu lah" ajak subroto.
"Sayang- sayang, Kemarilah ada temanku tolong kau jamu dia, cepat"
Tidak
lama kemudian muncullah tiga wanita cantik membawa nampan masing-masing berisi
makanan dan minuman, kemudian mata jumali terbelalak kagett, karena di depannya
ada 3 wanita cantik masing-masing berambut pirang panjang lurus dengan bola
mata bulat dan bulu mata yang lentik serta senyuman bibirnya yang merah merekah
ditambah balutan dress sepaha. Jumali tak bisa berkedip
Subroto mengenalkan 3 wanita cantik itu pada jumali
"Mereka smua adalah istriku jum. Tak usah kaget begitu".
"Ah kau hebatt. Ah seandainya saja aku kaya
sepertimu to, mungkin aku tak lagi dihina oleh saudara2 ku itu" Ucap
Jumali.
"Kau yakin ingin kaya" Ucap subroto
"iyah... Aku ingin sekali to, tolonglah aku dan
keluargaku to,, aku ingin jadi sepertimu to". Jawab jumali
"Okeh okeh Jika kau memang benar2 berambisi untuk
kaya, datanglah kau ke puncak gunung kawi malam jum'at legi. Disana ada juru
kunci namanya mbah Ra'ut... Kalau kau mau aku bisa mengantarmu tapi hanya
sampai di depan gang menuju rumahnya" ucap subroto.
"hah? Jangan bilang kau ini menggunakan ilmu
gaib" ucap jumali.
"haha, yah aku pesugihan, jika kau tak jadi ingin
sepertiku aku juga tak masalah.. Pulanglah bawa saja uang itu untuk mu"
jawab Subroto.
Tanpa
berfikir panjang Jumali pun meminta tolong pada sahabat karibnya itu untuk
pergi ke puncak gunung kawi, bukit kera.
Setelah Jumali pulang untuk memberikan uang pada istrinya
untuk berobat Ridho, jumali langsung bergegas kembali menuju rumah subroto agar
diantarnya ke rumah mbah Ro'ut malam ini juga. Jumali berangkat hanya bertiga
dengan Subroto dan supir Subroto, karena memang letak bukit kera itu sangat
jauh, jadi meski supir Subroto mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi
tetap saja perjalanan itu terasa cukup jauh, di dalam mobil tidak ada sepatah
kata-kata pun yang terlontar dari mulut
Jumali atau pun Subroto, dalam mobil sedan itu semuanya menjadi hening hingga akhirnya
sampai pada gang gubuk milik Mbah Raut salah satu juru kunci puncak gunung
kawi.
Yah...
Mbah Raut hanya salah satu juru kunci dari sekian banyak juru kunci di puncak
gunung kawi .....
Kemudian subroto berkata "jum sudah nyampek itu
gangnya, masuk saja, ada rumah tua dari bambu di ujung gang buntu itu, itu
adalah rumah mbah Ro'ut, aku hanya bisa mengantarmu sampai disini, dan aku
tunggu kau disini sampek selesai, Sudah turunlah".
Tanpa
menjawab omongan Subroto, jumali pun turun dari mobil dan berjalan menuju
tempat yang di sebutkan oleh Subroto tadi, jalanan gang sempit itu sangat gelap
karena mungkin sudah tengah malam, hanya beberapa obor kayu yang menerangi
langkah Jumali menuju rumah Mbah Ro'ut, suara jangkrik, burung hantu, dan
lolongan serigala hutan itu sangat jelas di telinga Jumali, Jumali terus
berjalan menyusuri gang sempit itu, Jumali berjalan sambil menengok kanan kiri,
disini masih jarang rumah, yang banyak hanyalah pohon gayam dan pohon mangga.
Tak terasa Jumali sudah berada di ujung gang itu dan dilihatnya ada sebuah rumah
gubuk kecil dari bambu yang kanan kirinya di tancapi obor kayu sebagai
penerangan ketika tengah malam begini, diketuknya pintu kayu itu sekali, dua
kali tak ada jawaban, kemudian di ketuk lah ketiga kalinya, lalu ada suara di
balik pintu itu "masuklah nak, pintu itu tak dikunci".
Masuklah Jumali ke dalam gubuk itu perlahan dan bola
matanya tak bisa diam seolah ingin tahu ada apa saja di dalam gubuk tua itu.
Didalam gubuk itu hanya ada lampu ublik kecil yang berbahan bakar minyak gas
sehingga ruangan kecil itu nampak remang remang.
"duduk lah kemari" suara kakek tua itu
membuyarkan lamunan Jumali kemudian jumali bergegas duduk di depan meja Mbah
Raut.
"Apakah kau yakin kau ingin seperti Subroto?
Syaratnya berat". Suara mbah Raut membuyarkan smua yang ada di pikiran
Jumali.
Entah setan dari mana yang sudah merasuki jiwa Jumali, Jumali
langsung menganggukkan kepalanya tanda ia setuju dengan semua persyaratannya.
Kemudian sang dukun itu menjelaskan, bahwa jika ingin impiannya berhasil, Jumali harus ikut mbah Rout ke puncak gunung
Kawi sembari membawa kertas yang berisi siapakah yang ingin ditumbalkan Jumali
untuk berbalas budi pada Jin yang akan memberinya kekayaan besok, lalu mbah
rout menerangkan siapa sajakah yang bisa ditumbalkan pada Jin. Diantaranya yaitu
yang pertama, Jumali bisa mengorbankan anak kandungnya menjadi tumbal pada Jin,
dengan balasan Jumali akan di berikan kekayaan secara langsung dan cepat. Kedua
Jumali bisa mengorbankan istri atau saudaranya menjadi Tumbal sesajen pada Jin
dengan balasan Jumali akan diberikan kekayaan secar langsung tetapi tidak cepat
melainkan bertahap dikit demi sedikit. Ketiga Jumali bisa mengorbankan Tetangga
terdekatnya menjadi Tumbal jin itu dengan balasan Jumali akan diberikan
kekayaan secara lambat dan bertahap tidak cepat.
Kemudian pulanglah Jumali untuk berfikir tentang
syarat-syarat tersebut. Setelah beberapa hari Jumali kembali lagi ke tempat
Mbah Rout tetapi tidak bersama Subroto. Iyah Jumali datang ke gubuk tua itu
sendian sembari membawa kertas yang berisi nama yang akan dijadikan tumbalnya,
entah setan darimana yang masuk pada hati dan pikiran Jumali sehingga ia Tega
untuk menumbalkan seseorang tak bersalah demi menuruti nafsu egonya yang ingin
kaya itu. Ketika sampai di rumah mbah Ro’ut pada tengah malam, langsung
Dibawanyalah Jumali oleh mbah Rout ke puncak gunung kawi.... Iyah tempat dimana
biasanya orang-orang bodoh dan pemalas tapi ingin kaya itu memohon pada Jin-Jin
iblis-iblis agar diberikan kekayaan yang melimpah tanpa harus bekerja.
Sesampainya di tempat yang dituju Kemudian diambilnyalah kertas berisi nama
tumbal di tangan Jumali itu oleh mbah Rout. Jumali hanya diam memaku di samping
mbah Rout dan kakinya sedikit gemetar oleh dinginnya angin malam dan suasana
sunyi, di tempat itu banyak sekali sesajen sesajen dari orang-orang dan dari
juru-juru kunci lain berserakan. Setelah mbah rout berkomat kamit membaca
mantra sembari membacakan isi kertas yang berisi nama tumbal itu mbah rout mengajak Jumali kembali ke gubuknya.
"sekarang pulanglah sebentar lagi impianmu akan
tercapai". Ucap mbah Rout.
Beberapa minggu setelah kepulangan Jumali dari puncak
gunung kawi, kakak jumali yang nomor 1 tiba-tiba meninggal tanpa sebab, padahal
tidak sedang sakit ataupun tidak juga disakiti orang. Yah Jumali. Itu perbuatan
Jumali. Demi ambisinya yang ingin kaya itu kakaknya lah yang menjadi korban.
Kemudian beberapa minggu sepeninggal kakak pertama
jumali, Jumali mulai kaya, dilunasinya satu persatu hutangnya pada
kakak-kakaknya itu. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, dalam waktu 6
bulan jumali sudah bisa merenofasi rumah tua peninggalan orang tuanya itu, Jumali yang sekarang tak lagi butuh pinjaman
uang dari siapapun. Kini kehidupan Jumali dan keluarga berangsur-angsung membaik
dan jauh lebih baik dari yang dulu, kemudian untuk menutupi kekayaannya Jumali
membuka usaha mebel. Jual pernak pernik perabotan rumah, molai meja kursi
almari tempat tidur, meja makan, hingga kitchen set.
Setelah genap satu tahun, Jin itu menghampiri Jumali
lewat mimpi dan memanggilnya untuk menagih tumbalnya lagi, Jumali kaget ia
berfikir tumbal hanya sekali, ternyata ia salah, tumbal terus ditagih setiap
tahunnya, Jin itu menagih tumbal keduanya dan jika tidak diberi maka nyawa
Jumali lah taruhannya.
Kemudian jumali mulai menuliskan nama sodaranya yang
nomer 3 di kertas untuk dibawa nya ke gunung kawi sebagai tumbal. Tahun
selanjutnya kakak yang nomor 2, tahun selanjutnya kakaknya yang nomor 4, Begitu
seterusnya hingga selama 6 tahun jumali sudah menumbalkan ke 6 kakaknya.
Di tahun ke tujuh, Jumali di tagih lagi oleh Jin gunung
kawi itu, kali ini ia benar-benar bergetar, ia menggigil ia bangun dari
mimpinya ia langsung jatuh sakit. Jumali ingin mengakhiri semuanya, tapi nasi
sudah menjadi bubur. Ke 6 kakak kakaknya sudah tiada jumali bingung akan
menumbalkan siapa lagi sekarang, tubuh jumali menggigil ia tak kuasa jika harus
mengorbankan anak dan istri yang sangat ia sayangi itu.
Hari demi hari, minggu demi minggu Jumali tak kunjung
datang ke gunung kawi untuk membawa kertas bertuliskan tumbalnya, hingga
akhirnya nyawanya lah yang menjadi korbanya. Iyah nyawa Jumali sendiri yang
menjadi korban ke 7 dari nafsu ingin kaya nya tersebut.
Tamat.
Komentar
Posting Komentar